.

Senin, 03 November 2014

Hadiah Sebuah Gelar

Keputusan itu telah ditetapkan. Sang Segala Maha, penguasa jagad raya menjadi hakim atas sebuah standar nilai permanen yang akan merubah cara pandang dan semua teknik perbandingan antar manusia. Bahwa, seutama-utamanya manusia disisi-Nya adalah yang paling bertakwa. Satu kata yang menjadi pemutus semua pandangan dan perasaan manusia akan makna keberhasilan dan kesuksesan.
            Takwa adalah gelar langit yang sekaligus memuat keutamaan, kemuliaan dan kehormatan diri, juga keindahan sebuah sebutan atau gelar. Ia merdu mewangi ke segala penjuru seantero negeri dan meninggi hingga melampaui tujuh petala langit. Sebuah pengakuan yang berlaku abadi diseluruh penjuru ciptaan-Nya akan hakikat kemanusiaan. Buah dari iman yang menghujam dan bersemayam dalam relung sanubari.
            Ia bukan saja sekedar gelar kosong tanpa arti, yang bahkan bisa dibuat oleh mufakat busuk para pendendam kebenaran. Lengkap dengan semua atribut penghargaan palsu itu; piala, histeria, puja-puji, publikasi, hingga decak kagum dan hadiah melimpah dalam bungkus acara megah nan meriah.
            Takwa bermula dari rasa takut akan kemurkaan dan kemarahan-Nya. Buah dari makrifat tentang kebesaran dan keagungan-Nya yang sempurna. Sebuah keadaan peduli hari esok yang menjaga dan melindungi pemiliknya dari kelalaian pada yang wajib. Takwa akhirnya menjadi ukuran tunggal dalam kompetisi antar manusia. Hingga apapun celah penilaian atas persaingan dan pencapaian, serta memunculkan pemberian gelar selama hal itu dalam kebaikan. Manusia yang bertakwa akan tampil dalam beribu sebutan kebaikan yang lainya.
            Hingga, jika sebuah gelar keutamaan yang muncul dan memberi sosok selain manusia yang bertakwa, apalagi manusia yang ingkar kepada Rabb, pastilah ada yang salah. Baik dalam penetapan standar, proses penilaian, hingga pengambilan keputusannya. Kita pasti keliru sebab ia bertentangan dengan keputusan yang telah dibuat, dan diumumkan oleh Sang Penguasa alam. Tapi, berapa banyak diantara kita yang menyadarinya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar