SEJARAH SINGKAT
RIMPU BIMA
Awal pertama kali munculnya
Rimpu dibima seiring masuknya penyebaran islam pada hari kamis tanggal 5 juli
1640 M, atau bertepatan pada tanggal 15 Rabiúl Awal 1050 H. Rimpu Mbojo
merupakan busana adat tradisional yang mengenangkan perkembangan adat harian
yang telah mendasari munculnya perkembangan keagamaan setelah berkembangnya
masa kesultanan sebagai indentitas wanita muslim Mbojo pada zaman dulu. Di mana
masayarakat Mbojo pada waktu penyebaran ajaran islam, rimpu menjadikan suatu
polararitas keagamaan mereka dalam rangka mengembangkan suku budaya.
Masuknya Rimpu dibima sangatlah
kental setelah muncul peradaban dan penyebaran islam di disuatu wilayah Bima,
Kabupaten Bermatoka Maja Labo Dahu. Di mana wanita Dana Mbojo mamakai Rimpu
setelah datangnya pedagang islam ke Bima dengan mengedentikan pakain Arab. Arab
yang dikenal sebagai Agama Islam yang patuh dianut. Konon, Rimpu menjadikan
salah satu pra sejarah bima setelah munculnya ajaran islam oleh kedua datuk. Ke
dua datuk ini,bernama Datuk Dibanda dan Datuk Ri Tiro. Selain Di Bima, kedua
Datuk ini dikenal sebagai tokoh utama yang menyeber agama islam di Pulau
Sulawesi.
Masyarakat Bima (mbojo), Rimpu
menjadi salah satu struktur sejarah sosial pada saat itu. Ini menjadikan sebuah
toleransi wanita mbojo maupun para lelaki untuk meningkatkan kebudayaan dan
ajaran yang dianut oleh mereka saat itu (http://lokerjoker.wordpress.com)
Dalam
setiap moment karnaval budaya, atau perayaan hari jadi Bima, melihat
gadis-gadis maupun ibu-ibu memakai rimpu(Rimpu adalah cara wanita Bima
menutup aurat bagian atas dengan sarung sehingga hanya kelihatan mata atau
wajahnya saja. Rimpu yang hanya kelihatan mata disebut “rimpu mpida”). dengan menggunakan tembe nggoli(sarung tenun khas Bima)bukanlah
merupakan hal yang asing lagi dalam masyarakat Bima (NTB)”.
Rimpu merupakan warisan budaya yang
telah lama hidup dan berkembang dalam masyarakat Mbojo. Pun sampai saat ini,
masih ada separuh dari masyarakat daerah Mbojo yang tetap melestarikannya. Lazimnya, para orang tua maupun anak gadis, apabila mereka
hendak meninggalkan rumah untuk suatu keperluan tertentu, hal pertama yang
harus mereka lakukan adalah
memperhatikan bagaimana agar penampilan mereka tidak mencolok dan menggudang
hasrat orang yang melihatnya “terkhusus kaum laki-laki”.
Perempuan dalam hal ini, dianggap
baik dan bermoral ketika mereka senantiasa menjaga nama baik diri, keluarga
beserta manusia-manusia disekitar mereka. Salah satunya dengan senantiasa
bepegang pada aturan adat yang telah diwarisi turun-temurun dari masa ke masa.
Rimpu bukan saja menjadikan wanita mulia di mata adat, tetapi juga mulia dalam
sudut pandang syariat agama
Namun,
realitas modern kadangkala mampu mendorong sebuah kebudayaan pada arus
kemarginalan yang mendalam. Jika dahulu nenek moyang kita (suku Bima) dengan
penuh kepatuhan melestarikan titah dari para leluhurnya untuk tetap setia
berpegang pada adat, murni karenamereka meyakini bahwa setiap stigma yang
berlaku dalam adat mereka merupakan sebuah bentuk perlindungan dan penghormatan
untuk mereka (terkhusus kaum wanita) yang senantiasa mereka patuhi dan jalankan
sebagai bentuk ketaatan kepada Sang Khalik dan pengabdian kepada budaya bangsa
yang memiliki corak tersendiri.
Pada masa kini, tradisi rimpu untuk
kaum perempuan perlahan mulai di geser dengan tradisi barat yang
mempertontonkan hal-hal yang harusnya disembunyika atau ditutupi oleh rimpu
ini, manusia cenderung merubah alur pemikiran mereka dengan merubah sebuah
bentuk tradisi. Perlindungan terhadap diri dan pengabdian pada adat dan budaya
bangsa pun serta merta mulai ditinggalkan demi kehidupan yang “maju” dan
“modern”.
Benedict Anderson berpendapat bahwa
di dalam masyarakat tradisional Indonesia, persepsi akan seseorang biasanya
dikaitkan dengan lingkup yang lebih luas, dengan alam dan juga ruang
disekitarnya. Kepercayaan seperti ini tidak menekankan individualisme
seseorang, karena ia adalah bagian dari komunitas dan pandangan seseorang akan
dirinya adalah bagian dari komunitas itu juga (Anderson,1979;223-45)
Pengaruh revolusi dan budaya
baratdalam kehidupan masyarakat tradisonal menarik manusia pada perubahan alur
pandangan dan ideology yang pesat. Orang tidak lagi memperhatikan apa yang
telah di amanahkan oleh moyang mereka yang mestinya mereka jaga dan lestarikan.Akhirnya,
mereka mulai mendukung konsep modernitas dan mencoba membedakan mana yang nyata
dan mana yang “barbar”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar