.

Minggu, 05 Oktober 2014

Rimpu (Syariat atau Tradisi) ?

 
 SEJARAH SINGKAT RIMPU BIMA

            Awal pertama kali munculnya Rimpu dibima seiring masuknya penyebaran islam pada hari kamis tanggal 5 juli 1640 M, atau bertepatan pada tanggal 15 Rabiúl Awal 1050 H. Rimpu Mbojo merupakan busana adat tradisional yang mengenangkan perkembangan adat harian yang telah mendasari munculnya perkembangan keagamaan setelah berkembangnya masa kesultanan sebagai indentitas wanita muslim Mbojo pada zaman dulu. Di mana masayarakat Mbojo pada waktu penyebaran ajaran islam, rimpu menjadikan suatu polararitas keagamaan mereka dalam rangka mengembangkan suku budaya.

Masuknya Rimpu dibima sangatlah kental setelah muncul peradaban dan penyebaran islam di disuatu wilayah Bima, Kabupaten Bermatoka Maja Labo Dahu. Di mana wanita Dana Mbojo mamakai Rimpu setelah datangnya pedagang islam ke Bima dengan mengedentikan pakain Arab. Arab yang dikenal sebagai Agama Islam yang patuh dianut. Konon, Rimpu menjadikan salah satu pra sejarah bima setelah munculnya ajaran islam oleh kedua datuk. Ke dua datuk ini,bernama Datuk Dibanda dan Datuk Ri Tiro. Selain Di Bima, kedua Datuk ini dikenal sebagai tokoh utama yang menyeber agama islam di Pulau Sulawesi.
Masyarakat Bima (mbojo), Rimpu menjadi salah satu struktur sejarah sosial pada saat itu. Ini menjadikan sebuah toleransi wanita mbojo maupun para lelaki untuk meningkatkan kebudayaan dan ajaran yang dianut oleh mereka saat itu (http://lokerjoker.wordpress.com)

Dalam setiap moment karnaval budaya, atau perayaan hari jadi Bima, melihat gadis-gadis maupun ibu-ibu memakai rimpu(Rimpu adalah cara wanita Bima menutup aurat bagian atas dengan sarung sehingga hanya kelihatan mata atau wajahnya saja. Rimpu yang hanya kelihatan mata disebut “rimpu mpida”). dengan menggunakan tembe nggoli(sarung tenun khas Bima)bukanlah merupakan hal yang asing lagi dalam masyarakat Bima (NTB)”.
Rimpu merupakan warisan budaya yang telah lama hidup dan berkembang dalam masyarakat Mbojo. Pun sampai saat ini, masih ada separuh dari masyarakat daerah Mbojo yang tetap melestarikannya.       Lazimnya, para orang tua maupun anak gadis, apabila mereka hendak meninggalkan rumah untuk suatu keperluan tertentu, hal pertama yang harus mereka lakukan  adalah memperhatikan bagaimana agar penampilan mereka tidak mencolok dan menggudang hasrat orang yang melihatnya “terkhusus kaum laki-laki”.
Perempuan dalam hal ini, dianggap baik dan bermoral ketika mereka senantiasa menjaga nama baik diri, keluarga beserta manusia-manusia disekitar mereka. Salah satunya dengan senantiasa bepegang pada aturan adat yang telah diwarisi turun-temurun dari masa ke masa. Rimpu bukan saja menjadikan wanita mulia di mata adat, tetapi juga mulia dalam sudut pandang syariat agama
Namun, realitas modern kadangkala mampu mendorong sebuah kebudayaan pada arus kemarginalan yang mendalam. Jika dahulu nenek moyang kita (suku Bima) dengan penuh kepatuhan melestarikan titah dari para leluhurnya untuk tetap setia berpegang pada adat, murni karenamereka meyakini bahwa setiap stigma yang berlaku dalam adat mereka merupakan sebuah bentuk perlindungan dan penghormatan untuk mereka (terkhusus kaum wanita) yang senantiasa mereka patuhi dan jalankan sebagai bentuk ketaatan kepada Sang Khalik dan pengabdian kepada budaya bangsa yang memiliki corak tersendiri.
            Pada masa kini, tradisi rimpu untuk kaum perempuan perlahan mulai di geser dengan tradisi barat yang mempertontonkan hal-hal yang harusnya disembunyika atau ditutupi oleh rimpu ini, manusia cenderung merubah alur pemikiran mereka dengan merubah sebuah bentuk tradisi. Perlindungan terhadap diri dan pengabdian pada adat dan budaya bangsa pun serta merta mulai ditinggalkan demi kehidupan yang “maju” dan “modern”.
            Benedict Anderson berpendapat bahwa di dalam masyarakat tradisional Indonesia, persepsi akan seseorang biasanya dikaitkan dengan lingkup yang lebih luas, dengan alam dan juga ruang disekitarnya. Kepercayaan seperti ini tidak menekankan individualisme seseorang, karena ia adalah bagian dari komunitas dan pandangan seseorang akan dirinya adalah bagian dari komunitas itu juga (Anderson,1979;223-45)
            Pengaruh revolusi dan budaya baratdalam kehidupan masyarakat tradisonal menarik manusia pada perubahan alur pandangan dan ideology yang pesat. Orang tidak lagi memperhatikan apa yang telah di amanahkan oleh moyang mereka yang mestinya mereka jaga dan lestarikan.Akhirnya, mereka mulai mendukung konsep modernitas dan mencoba membedakan mana yang nyata dan mana yang “barbar”.
           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar