Mungkin akan ada baiknya jika kau
mencoba mencintai dengan hati, bukan dengan mata. Sebab mata tak pernah mampu
menyimpan cinta ketika ia terlelap…..
Petang
lalu, disudut keramahanmu, mengalun sebait tanda tak mampu terjawab. “Jika aku
adalah waktu, di sibukmu yang mana kau menyimpan ingatku?”.
“Sebab
makna tak selalu terbisikkan, mulailah mengeja–ngeja apa yang mampu kau tangkap.
Sebab kata tak perlu selalu diucap, mulailah menebak-nebak apa yang terangkum
dalam bathinmu”. Itu katamu, sewaktu kita bertelanjang kaki ditengah rimbunya
ilalang menguning pada Desember lalu.
Mengeja,
menebak, memaknai, meresapi, menjaga…. Itu hakikat rasa, katamu. Lalu, adakah
bila segalanya membalik membentuk pola lain, kau mampu menyusunnya kembali menjadi
sebuah mozaik indah?
“Hmmm,
selalu. Kata memang tak pernah kehabisan huruf dalam mengurai tanya”.
Setelah
detik berlalu, tanya pun menuai jawabnya. “Kita, manusia baru. Dilahirkan untuk
bersama, menggenapkan rasa pun berbagi bahu.
Sebab
jawab tak sekedar lisan,
Sebab
cinta tak sekedar mata,
Sebab
hidup tak sekedar harapan,
Maka
maknailah segala apa yang ada dengan
segala kerendahan dan keramahan hatimu.
Rasa
tidak hanya tentang tanya yang terjawab….
Cinta
tidak hanya tentang mata memandang….
Hidup
tidak hanya tentang apa yang kita kejar…
Lalu,
jadikan hati sebagai tameng dalam segalamu memulai.
keren bahasanya k irna menyentuh
BalasHapus