Ketika aku sepuluh tahun lebih muda dari sekarang, aku adalah seorang yang tidak punya
persoalan dan kekhawatiran.Setiap wajah baru memenuhiku dengan kesenangan dan
kesukacitaan. Aku sangat tertarik dengan hal-hal baru yang belum ku ketahui.
Dibagian hidupku inilah aku bertemu dengan orang-orang yang tidak mudah
dilupakan.
Ketika
aku sepuluh tahun lebih muda dari sekarang, aku punya pekerjaan yang
menyenangkan yaitu pergi ke ujung kampung menikmati hembusan angin puncak
setiap senja. Pada tahun itu, di sepanjang musim bercocok tanam, aku bagaikan
seekor burung yang terbang tinggi dengan bebas. Aku akan berterbangan ditengah
rumah-rumah penduduk desa dan padang dipenuhi ilalang yang disirami cahaya
matahari. Aku merasakan kasih sayang istimewa di dalam kopi pahit yang diseduh
oleh para petani. Aku selalu menemukan “seteko” kopi pahit itu di bawah pohon
dekat lamtaro yang terletak dipinggir sawah, tanpa berpikir dua kali aku akan
langsung menuangnya dan mengisi cangkirku yang sudah berbekas kopi. Setelah
mengisi cangkirku penuh-penuh, aku mulai berbincang-bincang dengan beberapa
ibu-ibu pekerja.
Pernah
sekali aku menghabiskan siang dengan mengobrol bersama seorang lelaki tua yang
memiliki kebun jambu. Seumur hidup belum pernah aku makan jambu sebanyak itu.
Saat aku berdiri dan beranjak untuk pergi, tiba-tiba aku sadar perutku
kekenyangan dan aku jadi susah untuk berjalan, seperti wanita hamil saja. Masih
hari itu juga, aku duduk-duduk bersama seorang wanita yang sudah menjadi
seorang nenek. Ia membersihkan rumput-rumput dari padinya sambil bernyanyi
“Hamil Sepuluh Bulan” untukku. Aku sangat suka duduk-duduk ditepi sawah hingga
menjelang senja. Ketika sinar matahari menerobos dahan-dahan pohon yang rapuh,
aku akan mengamati para petani berjalan
pulang ke rumah. Mereka berjalan melewatiku sambil berkipas-kipas.
Aku
berkeliaran hampir disetiap sawah, bahkan aku tidak ingat sawah siapa yang
pernah dan belum pernah kudatangi. Aku berjalan menuju sawah berikutnya dan aku
sering mendengar para petani berteriak, “Hei, anak itu kesini lagi!”. Dengan
demikian, orang-orang di desa tahu bahwa gadis kecil yang suka bercerita itu
datang lagi. Sebenarnya aku belajar
semua cerita itu dari mereka. Aku mengerti benar apa pun yang menarik perhatian
mereka secara alami juga akan membuatku tertarik.
Sekali
aku pernah melewati perempuan tua yang tanganya berdarah dan wajahnya tertekuk
sedang duduk di atas bukit. Kesedihan begitu menguasai dirinya. Ia mengangkat
kepalanya dan melihatku datang, dan tangisanya malah semakin keras. Aku
bertanya padanya, apa yang membuatnya sedih seperti itu. Sambil membersihkan
tanah yang menempel di celananya, ia bercerita kepadaku dengan marah tentang anaknya
yang tak tahu diuntung. Saat kutanya apa yang dilakukan anaknya, ia
memukul-mukul semak tanpa menjelaskan apa-apa. Aku langsung menebak perempuan
tua itu pasti sedang kesal dengan menantu perempuannya.
Ini
adalah “aku” sepuluh tahun yang lalu, Saat itu aku berbaring diantara dedaunan
dan rumput, lalu tidur selama dua jam penuh. Selama aku tertidur, kakiku
dirayapi semut, bahkan saat aku tertidur lelap pun jariku dengan cepat menjentikkan
semut-semut itu, mengusir mereka pergi. Aku merasa sedang berada di tepi
pantai, dan gema teriakan lelaki tua yang sedang membuat gubuk bambu begitu jauh kedengaran dari telingaku. Aku
terbangun dari mimpiku, dan suara orang yang sedang memanggil itu begitu jelas terdengar. Aku segera berbalik dan
kulihat lelaki tua di tengah sawah terdekat sedang berusaha membujuk anaknya
untuk ikut berkerja.
Perasaanku
tersntuh melihat wajah gelap lelaki tua itu tersenyum di bawah sinar matahari.
Keriput diwajahnya bergerak-gerak dengan gembira. Wajah yang berlumuran lumpur
bagaikan jalan setapak kecil di antara sawah. Aku dan lelaki tua itu duduk di
bawah pohon asam yang rindang. Dan di senja yang cerah itu, ia mulai
menceritakan kisah hidupnya.
Ketika
aku bertambah sepuluh tahun. Betapapun
inginnya, aku tidak akan pernah kembali pada keceriaan masa itu. Masa di mana
aku bisa terbang dengan bebasnya seperti burung. Kini, aku dipenuhi dengan
persoalan dan kekhawatiran. Aku nyaris melupakan diriku sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar