.

Sabtu, 21 Maret 2015

Balada Guru Syahbuddin


Aku teringat lagunya Iwan Fals tentng Guru Umar Bakri, yang rajin pangkal miskin karena gajinya dikebiri. Namun saat ini ketika anggaran pendidikan 20% lebih sepertinya tidak ada lagi guru Umar Bakri. Sertifikasi, remunisasi, inpasing dan sejenisnya menciptakan Umar Bakri yang berlimpah rupiah, malas pangkal kaya dan hemat pangkal kikir yang menghitung hari dan tanggal "Kapan uang sertifikasi masuk rekening?"
Tapi ini kisah temanku, seorang guru sukarela yang tidak rela disebut demikian. Hanya karena diploma 2 dia menjadi guru. tak ada sertifikasi, remunisasi atau inpasing. hanya tiga lembar rupiah merah bergambar Sukarno yang ia terima, itupun 3 bulan sekali.
Guru Syahbuddin itu guru, dia juga buruh, buruh tani, buruh pasir, tukang batu dan terkadang tukang kayu. tapi dia bahagia, bahagia atas keringat ketulusan dan kejujurannya. Bukan uang negara tapi dia adalah guru yang mencerdaskan anak-anak negara tetapi tidak diperhitungkan oleh negara.
Hari ini pun dia guru, senin, rabu dan jumat dia adalah guru. selasa, kamis dan sabtu dia adalah buruh. dan minggunya dia adalah ayah dari anak dan istrinya. Aku pernah bertanya padanya "anda siapa guru?". Dia menjawab "aku hanyalah seorang lelaki yang ingin jujur dan apa adanya". aku terkesima mendengarnya.
Bagiku dia tidak hanya seorang guru bagi anak-anak didiknya. bukan pula buruh bagi mandor-mandornya tapi jauh di atas itu. guru kehidupan yang mengajarkan bagaimana untuk tidak menjadi manusia cengeng yang selalu berteriak "mau makan apa kita besok?"
Dia adalah kawan, guru dan sekaligus inspirasiku tentang bagaimana menatap kehidupan. hidup bukan untuk disesali tetapi hidup untuk dijalani. pahit manisnya adalah bingkisan kado dari Tuhan untuk kita yang menghargai keputusan-Nya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar