.

Minggu, 25 Mei 2014

MISTERI KEADILAN TUHAN

 
Masalah keadilan kadangkala belum mampu dipahami oleh sebagian manusia. Akan tetapi bagi orang-orang yang senantiasa giat berfikir dan bertanya, tentunya bukanlah sebuah teka-teki atau rahasia semata. Melainkan cahaya yang keluar dari goa kegelapan.
Sebuah pertanyaan pernah dilontarkan oleh seorang teman “ apakah dapat disebut keadilan ketika seseorang menimbang seember pasir dengan seember air?” melihat pertanyaan ini tentu kita akan berfikir bahwa air dengan pasir yang ditaruh kedalam ember yang besarnya sama tentunya itu bukanlah sebuah keadilan, sebab berat diantara keduanya tidaklah sama. Jadi, sangatlah tidak masuk akal apabila keadilan itu dipahami sebagai sesuatu yang sama beratnya
Dalam diskursus kajian akal manusia, definisi keadilan kadangkala bermacam-macam dan berfariasi sesuai dengan jalur pemahaman dan pengalaman dari manusia itu sendiri. Ketika seorang pemimpin yang sewenang-wenang terhadap bawahanya, dia bisa dikatakan tidak adil, wasit yang curang dalam memimpin sebuah pertandingan bola, juga dikatakan tidak adil. Keadilan singkatnya adalah sesuatu yang tidak berkenaan dengan hati nurani.
Dalam masalah pembagian harta warisan, antara laki-laki dan perempuan pun tidak sama jumlahnya. Apakah ini dikatakan sebuah ketidakadilan? Padahal pembagian ini merupakan sebuah intruksi langsung dari Tuhan. Kemudian dalam kasus menjadi seorang pemimpin, kenapa lebih banyak yang mengencam perempuan untuk menjadi pemimpin? Padahal kalau dilihat dari fitrahnya, antara laki-laki  dan perempuan punya hak sama (kesamaan gender) untuk menjadi pemimpin. Banyak lagi kasus yang menggambarkan ketidakadilan itu menurut konsep nalar manusia.
Dari uraian di atas, kita diberi gambaran bagaimana memahami makna dan hakikat keadilan. Ketika tabir keadilan tersingkap, perasaan damai akan menyelimuti kegundahan hati yang selalu dirundung pertanyaan walaupun akal selalu berontak untuk bertanya kemudian. Tetapi setidaknya saya ingin mengkaji sedikit tentang teka-teki keadilan itu sendiri.
Definisi keadilan dalam konteks yang ideal adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dalam arti, kita berusaha mencocokkan segala sesuatunya menurut ukuran dan nilai yang memang menjadi haknya. Timbangan atau neraca tentang dua buah benda yang berbeda namun beratnya sama, itu belum bisa dikatakan adil karena boleh jadi jumlah atau nilainya tidaklah sama. Akan tetapi dua buah benda yang berbeda namun ditempatkan pada wadah yang berbeda pula, itulah keadilan karena antara keduanya memang pantas untuk ditempatkan pada wadahnya masing-masing.
Mungkin untuk lebih jelasnya, saya akan memberikan sebuah contoh, seorang laki-laki dan perempuan mendapat harta warisan dari orangtuanya berupa uang sebesar 15.000.000,- rupiah. Dalam pembagian itu laki-laki mendapat sepuluh juta rupiah, kemudian yang perempuan sebesar lima juta rupiah. Lalu si perempuan memprotes, katanya tidak adil, padahalkan antara dia dan saudaranya yang laki-laki sama-sama anak kandung dari orang tua mereka. Kenapa bisa tidak sama pembagianya?
      Kasus tersebut sekiranya kita hanya melihat dari segi nilai uangnya saja, tentu tidak adil. Tetapi kebenaran dan hak mengatakan lain. Si perempuan mendapat lima jutah rupiah dan si laki-laki mendapat sepuluh juta rupiah itu merupakan keadilan karena posisinya memang pas pada tempatnya. Kenapa?
            Dalam menarik sebuah kesimpulan kita tidak bisa menilai hanya sebatas pada pembagian harta warisan semata. Akan tetapi, perlu juga kita kaitkan dengan masalah tanggung jawab masing-masing dengan masalah-masalah lain yang ada hubungannya dengan uang itu.
Intinya, suatu saat nanti si laki-laki dan perempuan ini tentunya akan berumah tangga. Si laki-laki berhak membawa mahar untuk calon istrinya, uang yang sepuluh juta tadi sebagiannya merupakan hak untuk calon istrinya kelak. Begitu juga dengan si perempuan, dia tidak berkewajiban membawa mahar, akan tetapi dia menerima mahar yang akan dibawakan oleh calon suaminya.
Uang yang sebesar lima juta rupiah itu merupakan miliknya. Mahar yang dibawakan oleh calon suaminya, misalnya sebesar lima juta rupiah juga kelak akan  menjadi miliknya juga. Jadi genaplah sudah menjadi sepuluh juta rupiah. Itulah gambaran keadilan, sebuah contoh yang mungkin belum tentu mampu meyakinkan kita.
Akan tetapi, jika perlu saya akan menggambarkan satu contoh lagi. Dua orang anak disuruh oleh orang tuanya mencari kayu bakar di hutan. Anak laki-laki tentunya akan mengikat dua ikat dan perempuan satu ikat, apakah ini sebuah ketidakadilan? Tidak, itu sudah merupakan sebuah bentuk keadilan. Karena yang laki-laki memang sudah kodratnya untuk memikul dua ikat, begitu pun dengan si perempuan. Karena memang pada dasarnya keadilan itu ialah menempatkan sesuatu pada tempatnya sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh hukum Tuhan.
Dalam kasus serupa, antara laki-laki dan perempuan memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing menurut kodratnya dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Laki-laki (suami) adalah bertugas di luar rumah mencari nafkah, dan perempuan (istri) bertugas mengurus anak-anak dan urusan dapur. Sebaliknya juga, bisa bahwa laki-laki bertugas di rumah dan perempuan di luar rumah, tetapi ini lagi-lagi melanggar kodrat yang telah di gariskan.
Proses yang terjadi di alam semesta ini penuh dengan drama keadilan. Terjadinya siang dan malam, hidup dan mati, kanan dan kiri, atas dan bawah, surga dan neraka serta pahala dan dosa dan lain sebagainya. Tanpa ada keadilan seperti itu makna hidup tidak akan berarti dan mungkin juga keseimbangan hidup tidak akan terjadi.
Dalam berbagai teks kitab suci masing-masing agama, tentunya para penganutnya sudah mengetahui bahwa Tuhan itu Maha adil. Ada pun segala sesuatu yang menurut anggapan manusia tidak adil, itu semua merupakan keadilan, hanya saja kita belum mampu memahami objek keadilanya.
Apakah adil orang-orang yang berdosa ditempatkan di neraka dan orang-orang yang beramal shaleh di tempatkan di syurga? Untuk pertanyaan ini tentu kita sepakat bahwa itu adil. Nah, ketika syurga dan neraka di hadapkan pada sebuah problem, misalkan diantara keduanya tidak ada yang menempati, apakah itu juga sebuah keadilan? Atau mungkin orang yang banyak dosanya ditempatkan di syurga, apakah itu adil?
Dalam hal ini, mungkin kita takut untuk menjawabnya, sebab kalau kita mengatakan “tidak” berarti kita sudah berani mengatakan bahwa Tuhan tidak adil. Sekiranya kita mengatakan “iya, adil” secara tidak disadari kita sudah mengikhlaskan seseorang untuk melakukan dosa. Atau bahkan secara tidak langsung kita mengatakan bahwa Tuhan telah ingkar janji. Apakah Tuhan sehina itu? Saya harap kita berusaha berprasangka baik kepada Tuhan. Bagaimana pun Tuhan itu Maha Suci, adil dan Maha menempati janji.
Syurga dan neraka.
Tuhan yang Maha adil telah menciptakan dua tempat akhir bagi manusia yaitu syurga dan neraka. Dalam hal ini syurga adalah teruntuk manusia yang beramal shaleh, sementara neraka adalah teruntuk manusia yang melanggar perintah Tuhan.
            Perlu kita hayati juga Tuhan menciptakan syurga untuk orang yang baik itu semata-mata karena karunian-Nya. Dan ketika Tuhan menciptakan neraka untuk orang yang berdosa, apakah itu bukan karunia-Nya? Karunia merupakan segala sesuatu yang telah ditentukan sendiri oleh Tuhan, terlepas apakah itu baik dan atau tidak baik menurut anggapan manusia.
            Tapi yang pasti, segala sesuatu yang telah digariskan oleh Tuhan itu adalah Rahmat. Ketika diajukan sebuah pertanyaan kepada manusia “Apakah ada manusia yang ingin masuk neraka?” jawabanya kemungkinan rata-rata tidak ada yang mau masuk neraka. Tetapi realita yang terjadi , begitu banyak orang-orang yang mengejar neraka tersebut.
            Dan ketika kita mengajukan pertanyaan lagi “ Siapa yang mau masuk surga?” mungkin pertanyaan ini akan direspon bahwa semua orang mau masuk surga. Buktinya, banyak orang-orang yang berlomba-lomba melakukan amal kebaikan sebagai bekal untuk ke surga.
            Kemudian satu lagi pertanyaan, “ketika surga atau neraka tidak ada yang terisi oleh manusia sedikit pun, apakah ini suatu bentuk keadilan? Atau mungkin orang berdosa di tempatkan di surga dan orang baik ditempatkan di neraka, apakah ini pantas kita namakan adil?”
            Membaca sebuah kisah tentang seorang wanita pelacur yang sepanjang hidupnya bergelimangan dengan kemaksiatan. Namun diakhir hayatnya wanita itu pernah menolong memberikan minum anjing yang kelaparan, kemudian akhirnya wanita itu dikabarkan akan masuk surga. Dari kisah ini, mana yang lebih lama perbuatan baiknya ataukah perbuatan maksiatnya?
            Kemudian satu kisah lagi, seorang ahli ibadah yang sepanjang hidupnya sibuk dengan amalan kebaikan, namun diakhir hayatnya ia dikabarkan masuk neraka karena dia tidak memperdulikan tetangganya yang kelaparan. Lagi-lagi mana yang lebih panjang usianya ia dalam mengamalkan kebaikan dan kelalaian?
            Dua contoh kisah yang patut kita hayati dan kita renungkan, ternyata tidak selamanya orang baik itu masuk surga dan orang jahat itu ditempatkan di neraka. Kenapa demikian? Itulah keadilan Yang Maha adil. Menempatkan sesuatu pada tempatnya. Siapa yang berhak menempatkan? Dialah Tuhan yang Maha kuasa, Maha berkehendak dan Maha penentu segala-galanya.
            Yang membuat manusia itu menempati surga atau neraka itu adalah mereka sendiri. Tuhan hanya memberikan pilihan. Kebaikan dan keburukan adalah pilihan yang harus di pilih masing-masing manusia.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar