Dahulu, dunia Barat mengenal zaman
victorian di mana dikenal hukum-hukum
hubungan laki-laki dan perempuan yang tidak tertulis, tetapi yang harus
dipatuhi oleh semua orang. Tatkala itu laki-laki dan perempuan begitu ketat
diatur sehingga praktis hampir semua hal yang menyangkut hubungan antara
keduanya sebelum perkawinan bisa dianggap sebagai tidak pantas, kotor dan
porno. Pertemuan gadis dan jejaka hanyalah terhormat bila dilakukan di dekat
mata orang tua. Kunjungan jejaka hanya dilakukan di rumah sigadis di beranda
depan yang terbuka. Atau untuk yang sudah lebih intim di dalam ruang konversasi
yang terletak di belakang, di mana perbincangan setiap muda-mudi ditangkap
kuping-kuping dari balik tembok dan setiap tindakan diintip dengan mudah.
Sebentar-sebentar orang tua si gadis muncul menyodorkan limun atau popcorn hanya untuk sekalian mengecek anaknya, dan
akhirnya anak gadisnya dipanggil ke dalam untuk diberitahu bahwa waktu
pertemuan telah usai.
Zaman sekarang? lain lagi ceritanya.
Pertemuan laki-laki dan perempuan
tidak terbatas pada beranda depan, namun
praktis di setiap tempat bisa diadakan pertemuan berduaan. Perempuan
mulai mengenal kebebasanya. Bisa pergi sendirian, berbusana dengan kain yang
makin sedikit, mereklamekan bagian-bagian tubuh yang dimilikinya seperti :
paha, ketiak, lekuk dada, pusar, perut, entah apa lagi.
Bilamana dulu orang tua kita
mengajarkan bahwa anak perempuan jangan sampai mendekati laki-laki terlebih dulu
dengan kalimat suci : “ bila seorang laki-laki tertarik dan benar-benar suka
padamu maka ia pasti akan datang ke rumahmu,” tetapi sekarang kaum perempuan
mulai merasa bahwa pernyataan tersebut bukan saja tidak adil bagi perempuan,
tetapi juga tidak membela konsep kebenaran versi modern.
Perempuan dituntut untuk memerdekakan
hak maupun keinginannya tanpa memikirkan apakah hal yang mereka lakukan sesuai
dengan syariat agama atau tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar