.

Minggu, 15 Januari 2012

SEBONGKAH KASIH DI ANTARTIKA

Untuk setiap pengorbanan dan cinta yang pernah dan akan
terus mengali untuk kita, pernahkah kita bertanya “Ma, sekarang aku
sudah tahu jalan ke syurga, sama-sama kesana yuk, ajak Bapak sama adek sekalian “
pernahkah? Atau kesibukan ini membuat kita melupakan mereka jauh di belakang…
   
Di lingkaran paling selatan planet ini, kutub Antartika. Dimana suhu biasa mencapai 40˚C. Allah mengatur sebuah kehidupan, kisah cinta dan pengorbanan.
Sang ibu hanya bertelur satu butir. Telur itu dierami selama musim dingin di kutub. Dan tebaklah, telur semata wayang ini tidak di erami oleh ibunya,melainkan sang ayah. Dalam suhu dingin ini, pasangan itu harus menghadapi gletser yang terus meluas. Keadaan memperpanjang jarak antara tempat pengeraman dengan laut sebagai sumber makanan. Jarak tersebut biasa mencapai 100 km.
Sementara sang ayah menyeramai telurnya ,sang ibu kembali ke laut. Selama empat bulan mengerami, sang ayah harus menghadapi badai kutub yang terkadang meencapai kecepatan 100 km/jam. Demi menjaga telurnya sang ayah tidak sempat untuk mencari makanan. Sumber makanan terdekatpun hanya bisa di lalui dalam waktu dua hari perjalanan. Sang ayah tidak tega meninggalkan telurnya dalam balutan hawa dinginnya  selama itu. Dia bahkan kehilangan setengah berat badanya selama mengerami.tetapi sang ayah tetap tidak akan meninggalkan sang telurnya. Yang dilakukanya hanyalah menahan lapar berbulan-bulan hingga telurnya menetas.
Setelah empat bulan, telur mulai menetas. Sang ibu muncul kembali setelah empat bulan berpisah dengan keluarganya. Sang ibu tidaklah bersenang-senang meninggalkan sang ayah yang berjuang untuk telurnya. Dia tidak menyia-nyikan waktu, tetapi mencari dan menyimpan makanan dalam tubuhnya. Tentu saja untuk keluarganya.
Sang ibu manpu menemukan kelurganya meski mereka berada di antara ratusan keluarga lain.  Karana sang ibu sering berburu selama masa penggeraman,perutnya kini penuh. Dia mengosongkan perutnya dan mengambil alih tugas menjaga si kecil.
Musim semi tiba, gletser mulai mencair, lubang bermunculan diantara es, yang menampakan laut di bawahnya. Pasangan tersebut mulai berburu ikan lewat lubang tersebut dan memberi makan anaknya. Tetapi keadan tidak serta merta menjadi mudah bagi keduanya. Menberi makan sang bayi adalah tugas sulit. Kadang pasangan ini tidak makan dalam jangka waktu lama demi memberi makan anaknya.  Sarang tempat berlindung juga tak mungkin di buat saat itu karena semuanya masih tertutup salju. Satu-satunya cara melindungi anaknya dari udara dingin adalah meletakkanya diatas kaki mereka dan menghangatkanya dengan perut mereka. Padahal saat yang sama mereka harus berjuang melawan hawa dingin.
Tahukah kamu siapa mereka?
Mereka adalah pinguin, makhluk Allah di dinginya es Antartika. Mereka lumuri kebekuan es dengan hangatnya cinta untuk anak mereka. Adakah kisah seperti ini di sekitar kita?
Setiap kita pernah seperti “anak pinguin” yang disayangi,dilindungi,dari dinginya es kehidupan. Meski itu berarti pengorbanan bagi kedua orang tua kita hingga saat ini, bahkan ketika setiap kita anak pinguin sudah merasa mampu menapakkan kakinya di daratan es dan melawan sendiri badai salju.
Mengapa pengorbanan sedemikian besarnya mampu di lakukan orang tua? cinta, tentu saja. Apakah ada selainya? Cinta orang tua yang katanya sepanjang jalan. Cinta yang demikian mulianya hingga Allah mewajibkan setiap anak untuk membalasnya, meski ta pernah akan terbalas.
Diatas semua itu cinta kedua orang tua adalah kasih sayang yang di anugerahkan Allah kepada manusia karena Dia Ar-Rahman Ar-Rahim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar